Cerita #3
Halo semuanya!
Hari ini saya mulai nulis jam 11.41, cuaca cerah agak berangin, terakhir hujan kayaknya minggu lalu. Enggak apa nggak hujan dulu, biar renovasi lapangan tennis depan rumah cepat selesai xixi. (Update, draft ini saya lanjutkan seminggu kemudian, udah beberapa kali turun hujan).
Hari ini saya mau tulis cerita bagian 3, tentang kejadian-kejadian yang menurut saya unik atau aneh yang pernah saya alamin yang kadang enggak ada faedahnya, saya tulis biar inget aja. Hari ini ada dua cerita.
1. Lintas Sumatra
2019 BC (Before Corona), keluarga saya memutuskan pulang kampung ke kampung halaman orang lain (alias engga ada kampung karena keluarga besar pada di Jakarta), yaitu Palembang. Dulu kami sempat tinggal di Palembang sekitar 2 tahun, makanya kota tersebut menyimpan cukup banyak memori untuk keluarga kami khususnya orang tua saya.
Selayaknya perjalanan kami dulu, kami pergi menggunakan mobil dan kapal dari Pelabuhan Merak. Singkat cerita kami sampai di lintas Sumatra. Mungkin ini surga bagi Bapak saya, karena jiwa F1 dia akhirnya terpenuhi di My Trip My Adventure kali ini. Bagi yang belum tahu, jalur Sumatra itu lumayan off-road karena banyak dilewati truk besar, sehingga banyak jalan berbatu dan akhirnya enggak rata. Namun, dibanding awal tahun 2000-an yang masih dikeliling hutan, jalur tersebut sudah semakin baik untuk dilewati dan mulai banyak pemukiman warga.
Bapak saya nyetir aja seperti biasa, seringkali balapin truk yang ada di depannya. Nyetir di kecepatan 80km/jam, berasa kan tuh roller-coasternya. Saat lagi enak liatin jalanan, tiba-tiba ada yang membentur mobil kami. Bukan, bukan tai burung depan kaca atau ada yang nemplok di kaca belakang. Awalnya kami kira karena melewati lubang lumayan besar, sehingga ada batu terbentur di bawah mobil.
Ternyata saudara-saudara, saat nengok ke belakang, ban mobil kami ngegelinding. Alhamdulillahnya itu adalah ban serep. Sambil mencari tempat yang aman untuk parkir, kami si penduduk barisan kedua memperhatikan arah pergelindingan ban.
Ban tersebut masuk ke kebun warga, Bapak saya langsung cari tempat menepi yang aman kemudian mengejar ban yang ternyata diamankan warga. Akhirnya ban tersebut kembali ke pangkuan keluarga kami.
2. Konvoi Pertamaku di 2021
Cerita awal tahun di bulan Maret. Kami sekeluarga pergi ke Bandung untuk jajan batagor (penting). Kemudian makan di salah satu bistro daerah Dago dan lanjut pulang ke Jakarta. Tentunya Bapak saya coba-coba lewat jalur yang tidak biasa, tujuannya supaya lebih lama nyetir, sehingga kami ambil jalur pulang melalui Bogor. Personel keluarga lainnya sih pasrah aja, yang penting sampe rumah.
Saya sempat ketiduran di tengah perjalanan, bangun-bangun ada di jalan dua jalur dengan perumahan warga di kanan dan kiri. Jam menunjukkan pukul 10 malam. Merem melek sambil coba mencerna ini lewat jalur mana karena terlalu sepi, ternyata kami sedang lewat Cianjur. Setelah nyawa terkumpul saya nimbrung ngobrol dan karokean.
Tiba-tiba motor di depan mobil kami berjalan perlahan. Bapak saya otomatis mengurangi kecepatan dan kemudian berhenti. Mengikuti arah tengokan pengemudi motor di depan kami, kami lihat gapura perumahan warga di sebelah kiri. Satu persatu motor keluar, masing-masing full penumpang (ada yang ceng two, ada cengtri). Sementara mereka sedang berhenti menunggu teman lainnya, Bapak saya mulai menunjukkan gelagat ingin menyalip motor-motor tersebut.
Feeling saya enggak enak melihat orang-orang tersebut dalam keadaan mabuk, apalagi atributnya ngeri, pada bawa parang, "Mampus aja kalo sampe berani ngelewatin mereka, gue masih mau iduupp" pikir saya. Otomatis saya minta Bapak jangan jalan dulu, jangan sok tau dan ikuti arahan motor sadar di depan kami untuk berhenti, motor tersebut juga menyetop motor-motor lain.
Setelah grup tersebut lengkap, sekitar tujuh motor, mereka mulai bergerak perlahan, motor depan kami memberi kode untuk jangan jalan dulu. Mobil di belakang kami tentu enggak terlalu paham kondisinya, tapi untungnya enggak ada yang menyalip kami sehingga enggak ada insiden head to head sama geng motor depan.
Sambil berjalan di kecepatan 10 - 20 km/jam, kami liat gerak-gerik mereka. Dua jalur mereka ambil, motor meliuk ke kanan kiri, kadang ngebut kadang pelan. Tertawa lepas sambil mengangkat kedua tangan, tangan kiri bawah parang, tangan kanan bawa bendera (bukan bendera merah-putih, ya.) Memang motor-motor dengan penumpang sadar di depan kami sepertinya udah pada paham, jadi semua jalan sangaaaat pelan-pelan dan cari jarak aman. Rasanya kayak diajak konvoi dadakan sambil liat atraksi motor secara live.
Akhirnya setelah 10 - 15 menit, geng motor tersebut masuk ke komplek sekitar situ. Pas banget, waktu itu tiba-tiba ada mobil nyalip dari kanan dengan kecepatan kencang, untung aja udah enggak ada geng motor itu, asli, kalo sampe masih ada bisa-bisa mereka tabrakan. Motor-motor depan kami mulai berjalan normal. Kami pun melanjutkan perjalanan sampai Jakarta.
Sekian dua cerita tanpa faedah saya.
Salam,
Adina
Comments
Post a Comment